Sore hari yang tenang ini, aku hanya terdiam sendiri disini.
Angin yang menyapu daun daun dan berterbangan kemanamana. Ya, hari mulai senja.
Matahari pun mulai memudar warnanya. Sedangkan aku hanya memperhatikan
keadaannya sendiri. Sambil ditemani oleh es krim yang sama pada saat itu. Rasa
es krimnya pun campur aduk dan sedikit sesak. Mengingat rutinitas ku dengan
dia. Sepi memang hatiku, sudah berapa lama dan berapa detik sejak saat itu.
Hampa, Cuma itu yang bisa aku rasakan. Tak lama aku terbuyar saat melihat
penjual es krim yang ingin pulang dan berkata “Moy, kok masih disini? Abang
pulang dulu yaa, udah sore gini. Kamu juga, ga baik cewe pulang magrib
sendirian” aku hanya tersenyum. Tak terasa, ternyata dari tadi aku larut dalam jurang
kehampaan itu lagi.
***
Kringgg.. kring… bel pulang pun berbunyi. Membangunkan ku
dari lamunanku. Akhirnya selesai juga rutinitas yang menumpuk hari ini.
Bergegas keluar dari pintu kelas. Wajah wajah ceria pun terlihat di koridor
kelas. Itu teman teman ku. Mereka sedang asik berbincang bincang disana.
“haiiiiiiiiii” aku datang dan membuyarkan pembicaraan mereka. Asikkk ternyata
hari ini ada rencana main kerumah Putera. Putera adalah sahabatku, ya mungkin
kita dekat sejak aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Berarti sudah setahun kita
mengetahui satu sama lain dengan baik.
Segera kita bergegas menuju rumah Putera. Hari ini ramai sekali yang
ikut. Mungkin hampir semua dari “gerombolan” ku ikut. Sampai di rumah Putera,
aku langsung berbaring di sofa ruang tengah nya. Sofa favoritku, sampai aku
bisa terlelap disitu karena duduk berjam jam. Yang lain sibuk dengan urusan
masing masing, aku hanya duduk dan menikmati secangkir teh green tea yang
dibuatkan oleh Mba Minah. Mba Minah adalah pembantu yang sudah kerja 5 tahun
dirumah Putera. Tibatiba Putera duduk di sampingku dan menjewer pipiku “Eh Amoy
sendirian aja, kaya orang galau aja lo hahaha”. Huh menyebalkan sekali kan dia?
Begitulah tingkah lakunya yang menyebalkan. Tapi aku nyaman di dekatnya. Kita
pun berbincang bincang dan ternyata dia “curcol” tentang pacarnya bernama Nita.
Nita juga teman satu “gerombolan” ku. Aku juga cukup akrab dengannya. Singkat
cerita ternyata Putera sudah jenuh padanya.
Dua minggu kemudian, istirahat pertama. Aku dan teman temanku
sedang melahap makanan untuk mengisi kekosongan perut. Sambil bercerita cerita
tiba tiba Rahma berteriak “HAH? Demi apa Nit lo putus? Kok bisa?” ternyata
benar apa yang Putera bilang dua minggu lalu. Dan sekarang ia memutuskan hubungannya dengan Nita, Hemmm aku pun tak
heran lagi. Pulang sekolah aku langsung bergegas pulang kemudian membersihkan
diri. Lalu aku mengirimkan pesan kepada Putera lewat jejaring sosial “Put gue
ke rumah lo sekarang yaaa, ada yang mau gue tanyain”
Sesampainya di rumah Putera. Aku pun
langsung menanyakan hal yang tadi aku dengar saat istirahat. Ternyata benar.
Putera yang mengambil keputusan ini. Semakin lama kita berbincang ternyata
semakin kita keluar dari topik. Akhirnya kita malah bermain play station. Makan
sore bersama dan menonton film bersama adiknya. Akhirnya hari sudah malam, aku pun langsung
pulang kerumah dan di antar oleh ibunya. Hari demi hari aku lewati, ternyata
aku makin dekat dengannya. Aku juga makin merasa nyaman dengannya. Entah, apakah
Putera merasakan hal yang sama atau tidak. Akan tetapi, sedekat dekatnya aku
dengan dia. Aku tidak pernah setiap hari “chat” di jejaring sosial. Ahh rumit
sekali. Aku tidak bisa membedakan perhatiannya karena sudah terlalu dekat dari
lama.
“Moyyy!! Kok lo ga cerita cerita
sama kita sih??? Lo lagi dideketin sama Put…” baru saja keluar dari pintu
kelas. Fanny meneriakkan ku dan aku langsung tersadar dan memotong “hah?
Apaansih? Deket sama siapa lagi.. gajelas ah lo”. Tiga bulan sudah berlalu,
semenjak aku main kerumah Putera. Perhatiannya memang lebih di banding
biasanya. Dan semakin hari, dia semakin sering “nyamper”. Entah dia bertanya
dari mana? Udah makan? Atau bercanda canda. Aku sama sekali tidak mengerti
dengan situasi ini. Dan teman teman ku ternyata….. mereka bilang aku .. emm kalo anak jaman sekarang bilang mungkin
PDKT. Ah sudahla, tapi memang ada 2 orang lelaki yang sedang dekat dekatnya
dengan ku. Yaitu sahabatku Putera. Dan temanku Dio. Mereka memberikan perhatian
yang sama. Aku bingung, sampai akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi
kepada Annisa. Sahabat perempuan ku dari kelas 1 SMP. Ternyata responnya adalah
“Moy sekarang gini, menurut gue dua duanya lagi pengen ngasih yang terbaik buat
lo. Dan lo harus milih salah satu. Kalo lo kaya gini terus. Sama aja lo
nyakitin ke dua duanya” aku langsung terdiam membeku. Aku bingung. Entah apa
yang ku rasakan, semuanya campur aduk. Tapi Putera sahabatku, seandainya dia
jadi pacarku… aku takut. Saat aku usai dengannya. Aku tidak bisa sedekat
seperti sekarang lagi. Dan Dio? Ah…
ternyata benar gossip yang selama ini menyebar bahwa dia tertarik pada
ku sejak lama.
Ternyata kata hati ku berkata untuk
memilih. Memilih antara kedua sosok ini. Ternyata aku memilih sahabatku
sendiri. Apa yang ada di hati dan
pikiran ku memang tak sama. Tetapi mau di apa? Hati ku berkata untuk
memilihnya. Sudah tiga bulan lebih Putera medekati ku lebih dari ia dekat
denganku. Dan akhirnya, kedekatan ku dengannya mulai terlihat ke teman teman
ku. Mungkin mereka sudah tau dari lama. Tetapi aku dengan Putera masih terlihat
seperti sahabat yang asik, dan tidak tahu malu satu sama lain. Itu yang aku
sukai dari nya. Ia memang orang nya tidak “gengsi” dan tidak ingin menjadi
lelaki yang dilihat “perfection” di mata orang lain. “Gue ya emang gini Moy, lo
tau gue dari lama kan? Jadi diri lo apa adanya itu yang lebih keren dibanding
pengen jadi yang terbaik” sautnya tiba tiba.
Sekarang setiap pulang sekolah aku selalu di antarnya, atau pasti kita
selalu mencari cari udara segar. Seperti jalan jalan di komplek atau pun pergi
ke taman terdekat.
Jumat 9 Februari 2012, hari yang
terkenang di hidup ku. Aku masih ingat jelas dengan peristiwa saat itu. Pulang
sekolah seperti biasa kita jalan jalan di komplek sekitar. Dan akhirnya aku
sampai di taman favoritku. Tepat di depan lapangan basket sekolah. “Moy bentar ya” beberapa saat kemudian ia
membawa dua es krim. Yang satu nya es krim kesukaan ku. Ternyata dia membelikan
itu untuk ku. Akhirnya kita makan eskrim itu sambil bercerita cerita. Tiba tiba
Putera memegang tangan ku. Dan Ia berkata….
***
1 tahun
kemudian
Tak terasa sudah setahun lamanya aku
menjadi miliknya. Menjadi orang yang paling dia sayang. Begitu pun sebaliknya.
Tak terasa juga sekarang kita sudah beda sekolah. Ya, aku dan dia sudah tidak 1
sekolah lagi semenjak kita Lulus dari SMP. Sekarang ia bersekolah di SMA 26 Jakarta.
Aku selalu percaya pada nya bahwa dia akan selalu sayang padaku. Walaupun
memang banyak masalah yang kita hadapi. Dari yang tidak seberapa, sampai yang
bisa membuatku benar benar hancur. Tidak terhitung berapa kali aku meneteskan
air mata untuknya. Sedih memang, tapi aku senang bersamanya. Makin kesini dia
memang berubah. Aku tahu itu, teman teman ku juga berkata yang sama seperti
kata hati ku. Entah aku di butakan oleh rasa sayang ini atau aku memang tidak
mau kehilangan sosoknya. Cinta itu memang buta. Kita memang sering bertemu,
tapi aku mulai merasa ada yang ganjil. Ada yang tidak ada seperti biasanya.
Tapi aku tidak tahu itu apa. Sebenarnya aku rindu masa masa aku masih satu
sekolah dengannya. Masa dimana sebelum pulang ada yang selalu menunggu dibalik
pintu kelasku. Masa dimana aku selalu belajar bersama dengannya. Masa dimana
kita sering bercanda dan tertawa bersama. Masa dimana dia selalu mengingatkan
ku dimana aku berbuat salah. Semuanya telah berubah. Apakah mungkin karena
jarak dan waktu?
Sore hari yang sendu. Di taman itu,
taman favoritku. Akhirnya kita bisa berkunjung ke sini lagi. Sebenarnya aku
sering ke sini, tapi tanpa dia. Aku dan dia melakukan rutinitas ku seperti
biasa. Menyantap es krim bersama, bercerita sambil tertawa bersama. Sungguh,
aku sangat rindu akan semuanya. “Me-rewind” semua yang telah terjadi rasanya
itu indah tetapi miris. Miris karena kita jarang melakukan hal yang sama lagi.
Seminggu kemudian, aku dan Putera berdebat karena suatu masalah yang
rumit. Tak sadar aku meneteskan air
mata. Aku tahu aku salah. Tetapi kenapa ia tidak percaya denganku? Kenapa ia
lebih percaya dengan orang lain? Sakit sekali rasanya. Dia egois. Aku benci
dia. Sampai akhirnya waktu yang membuat semua
ini jatuh. Mungkin ia menyerah seperti es krim yang mencair menjadi air. Usai
sudah semua cerita ini. Walaupun aku
tidak mengerti apa dan kenapa alasannya
***
Layaknya
langit, aku pun sama, duduk berjam-jam disini sedang menumpahkan kerinduan pada
taman ini, aku pun tidak tahu seberapa rindu nya aku padanya. Seberapa
hancurnya hatiku. Hati ini masih merasa tidak puas. Aku tidak tahu butuh berapa
lama aku mengosongkan hati ku sekarang. Aku masih tidak habis pikir kenapa ia
begitu egois? Kenapa terlalu cepat mengambil keputusan. Hari pun mulai larut
malam, aku mulai berdiri dan melangkahkan kaki. Pulang dengan hati yang hampa.
Penuh dengan pertanyaan di kepala, tidak bisa aku pikir dengan logika. Sejauh
apapun aku pergi tidak akan membantu untuk melupakannya. Sekarang hati ku lah
yang menentukan dan biarkan lah waktu membantunya.
The end.
written by: Nadya Adira Fabiani
nb: cerita ini antara fiktif dan kenyataan